Para suksesor akademisi dan ilmuwan peraih beasiswa dalam dan luar negeri berkumpul dalam seminar `Memilih Jalan Menjadi Akademisi dan Ilmuwan` terhadap 12 Mei silam di Jakarta Convention Center.
Seminar yang dihadiri oleh mahasiswa, peneliti, dan dosen ini mengkaji tentang bagaimana mendapatkan beasiswa dalam dan luar negeri untuk gelar Magister dan Doktor.
Selaku pembicara dalam seminar tersebut, Bagus Putra Muljadi PhD. Anggota Ikatan Ilmuwan Indonesia Internasional sekaligus Associate Professor University of Nottingham berikut mengaku karir akademiknya tidak di awali bersama sesuatu yang baik.
Pada selagi lulus berasal dari ITB, ia lebih-lebih tidak terhitung dalam jajaran sarjana yang berprestasi. IPK akhir berasal dari perkuliahannya cuma 2,69. Namun, berbekal tekad dan optimisme akhirnya Bagus menggapai posisi saat ini ini.
“Sebenarnya, tidak ada trick khusus mendapatkan beasiswa. Karena beasiswa itu memang terdiri atas 1/2 keberuntungan, sepertiga tekad, dan sepertiga lainnya adalah kemampuan,” ujarnya.
Pendapat Bagus ini cukup bertolak belakang bersama peraih beasiswa baik dalam maupun luar negeri terhadap umunya. Rata-rata peraih beasiswa mengutarakan trik-trik khusus supaya dapat lolos beasiswa Doktor S3
Misalnya, Shantya, peraih beasiswa StuNed. Kepada ehef.id, ia menyebutkan tentang trick khusus seperti menulis esai. Menurutnya, perihal yang kudu dipersiapkan adalah esai yang baik dan realistis dan juga mengangkat isu-isu khusus dan laksanakan riset sesuai bersama program belajar yang dipilih.
Sementara Bagus lebih mengutamakan terhadap tekad dan optimisime. Ia mengaku tidak bakal pernah berhasil dalam dunia pendidikan dan penelitian sekiranya tidak punya optimisme dan tekad yang kuat. Menurutnya orang Indonesia adalah manusia unggul yang punya kapasitas mumpuni untuk berdaya saing di luar negeri.
“Saya pernah di Indonesia dapat dikatakan masuk dalam kategori mahasiswa kelas bawah. Tapi ketika lanjut kuliah S-2 dan S-3 di Taiwan, saya nyatanya dapat bersanding bersama mahasiswa paling baik berasal dari sana. Itu pertanda orang Indonesia adalah orang-orang yang unggul,” terangnya.
Sebagai peneliti, Bagus terhitung dalam kategori interdisipliner. Arus keilmuannya sangat mudah beralih dan berlainan jauh selagi menyelesaikan belajar doktoralnya. Bergantung terhadap kesempatan dan kesempatan yang ada dan berkunjung di depannya. Setelah menyelesaikan belajar doktoralnya di National Taiwan University, bidang Mekanika Terapan. Ia melanjutkan postdoctoral di Institut de Mathmatiques de Toulouse, Perancis, program belajar Matematika, dan melanjutkan postdoctoral ulang di Imperial College London, program belajar Ilmu Bumi dan Teknik.
Ia berhasil membuktikan, bagaimanapun situasinya sepanjang ada optimisme dan tekad yang kuat ia dapat menyelesaikan program postdoctoral-nya. Bahkan, sebab pengalaman postdoctoral-nya yang beragam, ia mudah mendapat kepercayaan jadi Associate Professor di Universitas of Nottingham.
Rino R. Mukti dan Bagus Muljadi jadi pembicara dalam seminar `Memilih Jalan Menjadi Akademisi dan Ilmuwan` terhadap 12 Mei silam di Jakarta Convention Center. (Sumber Foto: dok. pmdsu.com)
Pembicara lain, Rino R. Mukti, selaku Dosen ITB sekaligus co-promotor PMDSU Batch. Ia mengutarakan yang kudu dimiliki oleh para pencari beasiswa jenjang magister atau doktor adalah impuls diri. Pertanyaan mengapa dambakan dan kudu mendapatkan beasiswa berikut sangatlah penting.
“Salah satu impuls saya dalam menempuh belajar di luar negeri adalah sebab dambakan menyaksikan piala dunia langsung, bercengkerama bersama sesama ilmuwan dan akademisi di penjuru dunia, dan berkunjung ke forum ilmuwan di bermacam acara,” tutur Rino dilansir sumberdaya.ristekdikti.go.id.
Motivasi lainnya ia dambakan jadi ilmuwan. Sejak lama masyarakat Indonesia berkontribusi terhadap ilmu ilmu dan teknologi dunia. Ia meminta dapat mengikuti jejak masyarakat Indonesia terhadap masa selanjutnya tersebut.
“Saya percaya di balik keberhasilan yang diraih Eijkman dan banyak nama-nama besar lainnya berasal dari luar negeri yang pernah tinggal dan laksanakan penelitian di Indonesia, ada kiprah dan peran para anak bangsa di belakangnya. Karena tidak ada peneliti besar yang bekerja sendiri,” jelasnya.